Jakarta, 14 Agustus 2023 - Revolusi digital tak hanya mengubah pola perilaku manusia, tetapi juga mengubah cara dan fundamental bisnis zaman now, tak terkecuali di sektor perbankan. Munculnya bank-bank berbasis teknologi dalam satu dasawarsa terakhir merupakan cerminan dari adaptasi dan transformasi layanan perbankan mengikuti tren hidup masyarakat yang serba online.
Salah satu pelopor bank berbasis teknologi di Indonesia adalah PT Bank Jago Tbk (ARTO), yang memiliki aspirasi meningkatkan kesempatan tumbuh berjuta insan melalui solusi finansial digital yang berfokus pada kehidupan.
Di tengah pesatnya persaingan bank digital dan kondisi global yang penuh ketidakpastian, Bank Jago memilih untuk fokus menjaga kesehatan neraca dan fundamental keuangan yang kokoh ketimbang memaksakan pertumbuhan tinggi dengan cara-cara yang ekstrim seperti “bakar uang”.
Bahasan tersebut mengemuka ketika Direktur Utama Bank Jago Arief Harris Tandjung menerima kunjungan sejumlah redaktur media massa di Kantor Pusat Bank Jago, Jumat (11/08/2023). Dia bercerita banyak mengenai pandangan dan gagasannya, mulai dari menyikapi dinamika ekonomi dan geopolitik global hingga strateginya mendorong Bank Jago tumbuh secara berkualitas dan berkelanjutan.
Untuk menyelami lebih dalam gagasan dan harapan Arief Harris Tandjung, simak kutipan perbincangannya berikut ini:
Bagaimana pandangan Anda mengenai kondisi ekonomi global dan domestik saat ini?
Secara umum masih ada ketidakpastian, terutama jika kita melihat kondisi ekonomi dan geopolitik global. Seperti perang Rusia-Ukraina, meskipun serangan Rusia ke Ukraina tidak seintens yang kita lihat 12 bulan terakhir.
Hubungan antara China dan Amerika Serikat juga masih sangat tegang. Namun, sudah ada langkah-langkah untuk meredakan ketegangan. Saya pikir hubungan AS-China tidak bisa langsung baik, tetapi kedua negara sepertinya sama-sama menyadari tidak bisa terus-menerus berseteru seperti ini.
Kondisi perekonomian Indonesia harusnya baik-baik saja. Bahkan Indonesia menurut saya one of the stars, kalau kita lihat pertumbuhan ekonominya dalam dua tahun terakhir setelah pandemi Covid-19. PDB tumbuh 5,17 persen di kuartal II-2023, naik dari 5,04 persen di kuartal I-2023. Pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih tinggi dari banyak negara dan kawasan, seperti Singapura, Vietnam, Amerika Serikat, dan Eropa.
Perekonomian Indonesia sejauh ini masih didorong oleh konsumsi yang kuat. Ini menunjukkan tingkat ketahanan ekonomi yang cukup baik. Indonesia juga beruntung karena ekspor masih melanjutkan pertumbuhan dan tiga bulan berturut-turut mencatatkan surplus dagang. Ini momentum yang baik. Kalau melihat tekanan ekonomi makro global, saya pikir posisi Indonesia cukup baik.
Apakah dinamika makro ekonomi dan politik tersebut berdampak kinerja perbankan nasional?
Inflasi berada di level yang rendah. Makanya Bank Indonesia saya lihat cukup percaya diri dalam menetapkan tingkat suku bunga acuan (BI repo rate). BI rate saat ini 5,75 persen, sedangkan Fed rate 5,5 persen. Beda cuma 0,25 persen dan sepertinya The Fed mungkin masih akan menaikkan suku bunga. Saya pikir Bank Indonesia melakukan pekerjaan yang sangat baik, terutama dalam menjaga tingkat likuiditas di pasar dan memastikan kondisi kesehatan perbankan nasional.
Pertumbuhan kredit perbankan cukup baik, tumbuh 7,7 persen per Juni 2023. Meskipun tahun lalu bisa di atas 10 persen, tetapi kan masih ada semester II-2023. Jadi saya lihat kondisi perbankan cukup baik. Namun, kita tetap harus berhati-hati karena faktor geopolitik bisa saja berdampak terhadap kinerja bank. Dalam hal ini, Bank Jago tetap akan berhati-hati dalam menumbuhkan bisnis, baik dari sisi pinjaman maupun pendanaan. Namun, secara umum saya optimistis dengan jika melihat kondisi ekonomi Indonesia.
Dari sisi politik juga akan baik-baik saja jika kita melihat rekam jejak Pemilu-Pemilu sebelumnya. Indonesia saat ini dilihat sangat-sangat dihormati. Karena dalam kondisi ketidakpastian seperti ini, kondisi Indonesia cukup stabil baik dari sisi ekonomi maupun politik. Sekarang publik global melihat ke Asia dan Indonesia adalah salah satu bintangnya.
Secara umum saya optimistis walaupun tetap ada berbagai tantangan. Indonesia sudah lebih dewasa dan saya lihat bangsa kita sekarang punya kepercayaan diri yang lebih tinggi. Dengan populasi yang sangat muda, bonus demografi akan kita nikmati dalam waktu 7-8 tahun dari sekarang. Itu juga suatu potensi yang kalau kita manfaatkan dengan baik dan Indonesia pasti bisa naik kelas menjadi negara berpendapatan menengah ke atas.
Bagaimana dengan kinerja Bank Jago?
Kinerja dan pertumbuhan Bank Jago sangat menggembirakan dan membesarkan hati. Per Juni 2023, kalau industri perbankan rata-rata tumbuh 7,7 persen, Jago tumbuh 54 persen dengan kredit mencapai Rp11,2 triliun. Funding tumbuh lebih bagus, yakni 65 persen, dengan total DPK Rp10,1 triliun. Bagusnya lagi, funding didominasi oleh CASA yang mencapai 71 persen.
Sampai saat ini, kami sudah melayani 8,3 juta nasabah, termasuk 6,7 juta nasabah funding pengguna Aplikasi Jago. Kalau dibandingkan dengan semester I tahun lalu, pertumbuhan nasabah Jago lebih dari dua kali lipat karena dulu nasabah funding baru sekitar 3 juta.
Tentunya hal ini tidak terlepas dari kerja sama dengan ekosistem partner, seperti GoTo yang memberikan kontribusi sangat signifikan terhadap pertumbuhan customer dan tentunya ke depannya kita harapkan secara bisnis.
Kita ingin menggunakan cara-cara digital untuk jualan produk, melayani nasabah, dan lain-lain. Dengan teknologi kita bekerja sama dengan ekosistem. Tapi di satu sisi kita juga harus ingat bahwa kita itu adalah bank. Sebagai bank kita harus punya neraca yang sehat dan fundamental yang kuat.
Bagaimana cara Jago menjaga kesehatan neraca dan fundamental yang kuat?
Ada tiga hal yang Jago lakukan untuk itu. Pertama, menerapkan manajemen risiko yang baik. Bukan hanya risiko kredit, tetapi juga terkait risiko likuiditas, risiko pasar, risiko operasional, strategic risk, legal risk, reputation risk, dan sebagainya.
Kedua, menjaga agar pertumbuhan aset Bank Jago kualitasnya baik, likuiditas baik, modal cukup supaya kita bisa mendukung investasi dan pertumbuhan bisnis. Ketiga, sebagai regulated industry, kami juga harus memperhatikan dari sisi governance. Itu penting karena berkaitan dengan regulator.
Kami percaya institusi keuangan yang bisa menjaga keseimbangan dalam menggunakan teknologi dan melayani, serta menjaga verifikasi keuangan yang kuat, bisa memiliki tingkat kesuksesan yang lebih tinggi dalam kompetisi di industri keuangan.
Ini yang menjadi dasar kami untuk menjaga kualitas dari pertumbuhan bisnis kita. NPL Jago saat ini hanya 1,2 persen atau lebih rendah dari rata-rata NPL industri yang 2,2-2,3 persen. CAR (rasio kecukupan modal) 75 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata CAR Industri perbankan yang mungkin kira-kira hanya 18-21 persen.
Bagaimana kontribusi mitra-mitra strategis, seperti GoTo, terhadap kinerja Bank Jago selama ini?
Dari sekitar 6,7 juta nasabah pengguna Aplikasi Jago, lebih dari 35 persen berasal dari platform GoTo. Ini tren yang baik dan saya percaya trennya akan terus meningkat di semester II maupun tahun depan. Apalagi mereka sudah meluncurkan Aplikasi GoPay, akan ada lebih banyak lagi saluran untuk akuisisi nasabah. Selain juga para pengguna GoPay akan melihat akan lebih banyak lagi fungsi fitur yang bisa dimanfaatkan nantinya. Ini baik untuk GoPay dan Jago.
Tidak hanya GoTo, partner lain juga menyumbang lebih besar dan ini juga akan terus diperkuat.
Beberapa bank digital tumbuh lebih tinggi dari Jago, baik dari sisi penyaluran kredit maupun akuisisi nasabah. Bagaimana Anda melihat hal ini?
Memberikan pinjaman itu gampang, tapi kita tidak bisa perhitungkan itu sebagai pendapatan kalau pinjamannya belum balik. Ini bedanya mungkin dengan e-commerce, yang kalau mereka jualan langsung dapat fee. Push volume kredit kami bisa saja, tapi kalau ujung-ujungnya harus write off. Membereskan kredit bermasalah itu lebih pusing daripada menggenjot kredit.
Kalau itu dilakukan, tidak hanya akan memukul keuangan kita tetapi regulator juga akan minta kita untuk hati-hati. Kalau tidak hati-hati maka tidak tingkat kesehatan bank bisa diturunkan dan efeknya malah bank tidak bisa tumbuh.
Bank is not a short term business. Bank is the long term business and consistently. Bank jago itu berisikan bankers yang tidak oportunis. Kalau kami oportunis, bisa saja 2-4 tahun kinerjanya bagus, habis itu kebakaran dan kita serahkan ke orang lain. Reputasi kami selama 30 tahun sebagai bankers dipertaruhkan.
Jadi kami tetap harus hati-hati, tapi juga harus support modal, funding, dan lain-lain. Tidak berarti kami membatasi gerak, tapi kami harus seimbang antara manajemen risiko dan pertumbuhan bisnis. Jago adalah bank. Kami harus melihat fundamental keuangan, risiko manajemen, dan sebagainya.
Bagaimana tren transaksi pengguna Aplikasi Jago?
Karena transaksi pengguna Aplikasi Jago cukup tinggi maka rata-rata saldo nasabah Bank Jago terus mengalami pertumbuhan sejak dua tahun yang lalu. Saya surprise juga karena ternyata mayoritas nasabah jago cukup aktif melakukan transaksi keuangan.
Ternyata QRIS yang mendorong transaksi pembayaran, dari yang sebelumnya cash menjadi cashless. Ini tren yang baik, khususnya buat bank-bank seperti Jago yang punya teknologi digital dalam bentuk aplikasi.
Artinya secara tidak langsung meningkatnya transaksi non-tunai akan mendorong lebih banyak uang masuk ke perbankan. Saya lihat ini tren ini di Jago. Transaksi makin tinggi, rata-rata saldo menjadi lebih tinggi.
Bank digital lain ada yang marginnya cukup tinggi, ada juga yang akuisisi nasabahnya cukup kencang. Bank Jago sepertinya tidak sekencang mereka. Apakah Bank Jago sengaja mengerem?
Kita melihat ada startup atau fintech yang istilahnya bakar uang, spending money to buy customers. Genjot nasabah, basis konsumen dan transaksinya naik, tapi losing money.
Cara seperti itu mungkin bisa dilakukan ketika capital cost sedang murah. Misal, ketika 2021 The Fed menurunkan suku bunga mendekati nol persen. Daripada simpan uang di bank, investor berpikir mending buat investasi di startup dan fintech. Mereka harus suntik modal terus, kalau tidak mau berkurang kepemilikannya. Makanya saat itu hampir semua startup asetnya naik gila-gilaan.
Ketika The Fed mulai menaikkan suku bunga, investor mulai mikir ‘tidak bisa terus-menerus kaya gini’. Sudah 3-4 tahun rugi dan masih akan rugi terus. Mereka tidak bisa seenaknya lagi minta modal ke investor. Sekarang mereka dipaksa oleh investor yang sudah masukkin duit ratusan juta dolar untuk BEP dan profit. Jadi mereka harus mengubah cara mereka berbisnis dengan tidak membakar uang lagi.
Jago itu unik dan beda model bisnisnya. Jago memilih pertumbuhan yang seimbang.
Meskipun bank berbasis teknologi atau bank digital, tapi DNA Jago itu bankir yang dikombinasikan dengan orang-orang yang paham teknologi digital, yang dari dulu diajarkan tidak boleh rugi.
Jadi fokus kami adalah menjaga pertumbuhan yang berkualitas. Portfolio kita mungkin tumbuhnya tidak terlalu agresif, tapi NPL rendah. Biaya kredit tidak terlalu tinggi, tidak boleh losing money karena kami harus profit.
Jadi balik lagi, filosofi kita beda sebagai bank berbasis teknologi. Karena kami percaya bisnis perbankan bukan untuk jangka pendek, tetapi jangka panjang